counter

Kamis, 15 Januari 2009

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG - UNDANG PPH NOMOR 36 TAHUN 2008

Undang-Undang Pajak Penghasilan yang baru yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan akan berlaku mulai 1 Januari 2009, waktu yang tidak lama lagi. Oleh karena itu mengetahui Pasal-pasal mana saja yang berubah merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang-orang yang berhubungan dengan dunia perpajakan agar dapat dilakukan tax planning di tahun depan.
Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPh dengan Undang-Undang PPh Baru Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

1. Subjek Pajak
2. Objek Pajak
3. Objek Pajak Pasal 4 Ayat (2)
4. Pengecualian Dari Objek Pajak
5. Biaya Pengurang Penghasilan Bruto
6. Isteri Yang Memilih Untuk Memiliki Npwp Sendiri
7. Norma Penghitungan Penghasilan Neto
8. Penghasilan Tidak Kena Pajak
9. Tarif
10. Pencegahan Penghindaran Pajak (Pasal 18)
11. Pemotongan/Pemungutan
12. Kredit Pajak Luar Negeri (Pasal 24)
13. Angsuran Pajak Tahun Berjalan
14. Ketentuan Perpajakan Pertambangan Dan Syariah
15. Fasilitas Perpjakan Bagi UMKM

1. SUBJEK PAJAK (Pasal 2 ayat (5))
Perluasan Pengertian Bentuk Usaha Tetap meliputi:

* Gudang;
* Ruang untuk promosi dan penjualan; dan
* Dedicated server untuk kegiatan usaha melalui internet

2. OBJEK PAJAK (Pasal 4)

1. Pengalihan Hak di Bidang Pertambangan
2. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah
3. Imbalan bunga
4. Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Reksadana
5. Surplus Bank Indonesia

PENGALIHAN HAK DI BIDANG PERTAMBANGAN
(Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5)

* Menegaskan keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan di sektor hulu migas merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5).

PENGHASILAN DARI USAHA BERBASIS SYARIAH
(Pasal 4 ayat (1) huruf q)

* Penghasilan dari kegiatan usaha berbasis syariah ditegaskan sebagai objek pajak.

IMBALAN BUNGA
(Pasal 4 ayat (1) huruf r)

* Imbalan bunga yang diperoleh WP sehubungan dengan pelaksanaan UU KUP ditegaskan sebagai objek pajak.

BUNGA OBLIGASI YANG DITERIMA REKSADANA
(Pasal 4 ayat (3) huruf j)

* Ketentuan pengecualian bunga obligasi yang diterima reksadana (Pasal 4 ayat (3) huruf j) sebagai objek PPh dicabut sehingga dalam RUU PPh penghasilan tersebut merupakan objek pajak.

SURPLUS BANK INDONESIA
(Pasal 4 ayat (1) huruf s)

* Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak.

3. OBJEK PAJAK PASAL 4 AYAT (2)

* Menegaskan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang selama ini tidak secara eksplisit diatur dalam ketentuan ini, seperti antara lain:
o Bunga obligasi dan Surat Utang Negara
o Hadiah undianPengalihan saham pasangan perusahaan modal ventura
o Persewaan tanah dan bangunan


* Memindahkan bunga simpanan koperasi yang sekarang dikenai PPh Pasal 23 final menjadi objek PPh Pasal 4 ayat (2) final.
* Menambah objek PPh Pasal 4 ayat (2) final meliputi:
o Penghasilan dari transaksi derivatif; dan
o Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan real estate.

4. PENGECUALIAN DARI OBJEK PAJAK (Pasal 4 ayat (3))

* Zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
* Inter corporate dividend
* Beasiswa
* Bagian laba unit penyertaan KIK
* Sisa lebih lembaga nirlaba bidang pendidikan dan bidang penelitian dan pengembangan
* Bantuan/santunan yang diterima dari BPJS

ZAKAT DAN SUMBANGAN KEAGAMAAN
(Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1)

* Sama dengan zakat, sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluknya ditegaskan juga bukan merupakan objek pajak (syarat, dll diatur dengan PP)

INTER-CORPORATE DIVIDEND
(Pasal 4 ayat (3) huruf f)

* Syarat memiliki usaha aktif bagi WP yang menerima inter-corporate dividend dihapus.

BEASISWA
(Pasal 4 ayat (3) huruf l)

* Beasiswa dikecualikan sebagai Objek Pajak (syarat, dll diatur dengan PMK)

BAGIAN LABA UNIT PENYERTAAN KIK
(Pasal 4 ayat (3) huruf i)

* Bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) bukan merupakan Objek Pajak.

SISA LEBIH LEMBAGA PENDIDIKAN DAN LEMBAGA LITBANG
(Pasal 4 ayat (3) huruf m)

* Sisa lebih lembaga nirlaba bidang pendidikan dan/atau bidang litbang (yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya) yang ditanamkan kembali dalam jangka waktu paling lama empat tahun dikecualikan sebagai objek pajak (ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK).

BANTUAN/SANTUNAN DARI BPJS
(Pasal 4 ayat (3) huruf n)

* Bantuan/santunan dari BPJS yang diterima WP tertentu bukan merupakan Objek Pajak (ketentuan lebih lanjut diatur dengan atau berdasarkan PMK).

5. BIAYA PENGURANG PENGHASILAN BRUTO (Pasal 6)

* Biaya Promosi dan Penjualan
* Biaya Beasiswa
* Piutang Tak Tertagih
* Pemupukan Dana Cadangan
* Sumbangan yang dapat dibiayakan

BIAYA PROMOSI DAN PENJUALAN
(Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 7)
Biaya Promosi dan Penjualan ditegaskan sebagai pengurang penghasilan bruto yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK.
BIAYA BEASISWA
(Pasal 6 ayat (1) huruf g)
Beasiswa yang dapat dibiayakan diperluas meliputi pemberian beasiswa kepada bukan pegawai seperti pelajar dan mahasiswa tetapi tetap memperhatikan kewajarannya.
PIUTANG TAK TERTAGIH
(Pasal 6 ayat (1) huruf h)
Syarat untuk membiayakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dipermudah menjadi:
1. telah dibiayakan dalam laporan laba rugi komersial;
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau ada perjanjian tertulis dengan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan.
4. Syarat nomor 3 tidak berlaku bagi piutang debitur kecil yang dihapuskan.
PEMUPUKAN DANA CADANGAN
(Pasal 9 ayat (1) huruf c)
Pembentukan cadangan diperluas meliputi:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
SUMBANGAN YANG DAPAT DIBIAYAKAN
(Pasal 6 ayat (1) huruf I,j,k,l dan m)
Sumbangan yang dapat dibiayakan meliputi:
1. sumbangan penanggulangan bencana nasional
2. sumbangan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
3. biaya pembangunan infrastruktur sosial
4. sumbangan fasilitas pendidikan
5. sumbangan pembinaan olahraga
6. ISTERI YANG MEMILIH UNTUK MENJALANKAN HAK DAN
KEWAJIBAN PERPAJAKANNYA SENDIRI
(Pasal 8 ayat (2))

* Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah apabila dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
* Tata cara penghitungan PPh terutang sama dengan suami-isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

7. NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
(Pasal 14 ayat (2))

* Batas peredaran usaha untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dinaikkan dari Rp 600 juta menjadi sebesar Rp 4,8 miliar.

* Ketentuan ini sejalan dengan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi:

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
8. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
(Pasal 7 ayat (1))

Sekarang
(Rp)

RUU
(Rp)
WP

13.200.000,-

15.840.000,-
WP Kawin

1.200.000,-

1.320.000,-
Isteri Bekerja

13.200.000,-

15.840.000,-
Tanggunan

1.200.000,-

1.320.000,-
Maks. Tanggungan

K/3

K/3
9. TARIF (PASAL 17)

* Tarif WP Orang Pribadi
* Tarif WP Badan
* Tarif WP PerseroanTerbuka
* Tarif Dividen yang diterima WP orang pribadi dalam negeri

TARIF WP ORANG PRIBADI
(Pasal 17 ayat (1) huruf a)
Ketentuan Sekarang
No.

Lapisan Penghasilan

Tarif
1.

S.d Rp 25.000.000,-

5%
2.

Di atas Rp25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,-

10%
3.

Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000

15%
4.

Di atas Rp100.000.000,- s.d.Rp200.000.000,-

25%
5.

Di atas Rp200.000.000,-

35%
Keputusan Perubahan:
No.

Lapisan Penghasilan

Tarif
1.

S.d. Rp 50.000.000,-

5%
2.

Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000

15%
3.

Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp 500.000.000,-

25%
4.

Di atas Rp500.000.000,-

30%
PENURUNAN TARIF LAPISAN TERTINGGI WP OP
(Pasal 17 ayat (2))
Tarif tertinggi PPh orang pribadi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
TARIF WP BADAN
(Pasal 17 ayat (1) huruf b)
Ketentuan Sekarang
Lapisan Penghasilan

Tarif
s.d Rp 50.000.000,-

10%
Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-

15%
Di atas Rp 100.000.000,-

30%
Ketentuan Baru
· Tarif tunggal sebesar 28% untuk tahun pajak 2009.
· Mulai tahun 2010 diturunkan menjadi 25%.
TARIF WP PERSEROAN TERBUKA
(Pasal 17 ayat (2b))
WP badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka memeroleh penurunan tarif sebesar 5% dari tarif WP badan yang berlaku sepanjang memenuhi syarat:

* paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; persyaratan tertentu lainnya.

TARIF DIVIDEN YANG DITERIMA WP OP DALAM NEGERI
(Pasal 17 ayat (2c))

* Tarif yang dikenakan atas dividen yang diterima WP OP dalam negeri adalah setinggi-tingginya sebesar 10% dan bersifat final (diatur lebih lanjut dengan PP).

10. PENCEGAHAN PENGHINDARAN PAJAK (PASAL 18)
1. Pembelian saham atau aset perusahaan WP dalam negeri melalui Spesial Purpose Company (SPC).
2. Penjualan saham SPC di tax haven country yang memiliki saham WP dalam negeri.
3. Pembayaran gaji ekspatriat yang ditempatkan oleh perusahaan induk di luar negeri untuk bekerja sebagai pegawai perusahaan/WP dalam negeri yang merupakan anak perusahaannya.
PASAL 18 AYAT (3b)
Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (Special Purpose Company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
PASAL 18 AYAT (3c)
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau Special Purpose Company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
PASAL 18 AYAT (3d)
Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.
11. PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

* Pembedaan tarif pemotongan/pemungutan
* Saat Terutang
* Perluasan Objek PPh Pasal 22
* Perubahan tarif PPh Pasal 23
* Penegasan dan Perluasan Objek PPh Pasal 26

PEMBEDAAN TARIF PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN
Pembedaan tarif pemotongan/pemungutan:

* Tarif bagi WP ber-NPWP
* Tarif bagi WP tidak ber-NPWP

SAAT TERUTANG
Ketentuan saat terutang PPh Pasal 23/26 pada saat biaya dibebankan (diakui) dalam pembukuan dihapuskan.
Saat terutang PPh Pasal 23/26 menjadi:

* Saat dibayarkan;
* Saat disediakan untuk dibayarkan; dan
* Ketika pembayarannya telah jatuh tempo.

TARIF PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
Jenis Pot/Put

Tarif Non-NPWP
dibandingkan
Tarif NPWP
Pasal 21

20% lebih tinggi
Pasal 22

100% lebih tinggi
Pasal 23

100% lebih tinggi
PERLUASAN OBJEK PPH PASAL 22
WP yang membeli barang yang tergolong sangat mewah dipungut PPh Pasal 22 sebagai pembayaran PPh tahun berjalan.
PERUBAHAN TARIF PPH PASAL 23
Tarif PPh Pasal 23 yang semula hanya 15% diubah menjadi sebagai berikut:

* 15% dari peredaran bruto atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya;
* 2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya.

PERLUASAN DAN PENEGASAN OBJEK PASAL 26
Perluasan objek baru:

* Keuntungan karena pembebasan utang

Penegasan:

* Premi swap ditempatkan pada butir tersendiri dan diperluas menjadi: premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;

12. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PASAL 24)
Ketentuan mengenai penentuan sumber penghasilan diperluas meliputi:

* sumber penghasilan dari pengalihan hak penambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
* sumber penghasilan dari pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada;
* sumber penghasilan dari pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.

13. ANGSURAN PAJAK TAHUN BERJALAN (PASAL 25)

* Penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP yang wajib membuat laporan keuangan berkala.
* PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Tertentu.
* Fiskal Luar Negeri.

PPH PASAL 25 WP YANG WAJIB MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA
Seluruh perusahaan yang diwajibkan membuat laporan keuangan berkala dapat membayar angsuran berdasarkan laporan keuangan berkala tersebut.
PPH PASAL 25 WP ORANG PRIBADI TERTENTU
Besarnya PPh Pasal 25 bagi WP OP pengusaha tertentu ditetapkan paling tinggi sebesar 0,75% dari peredaran bruto.
FISKAL LUAR NEGERI
Pasal 25 ayat (8))
Fiskal Luar Negeri (FLN) hanya wajib dibayar oleh WP yang bertolak ke luar negeri yang telah berusia lebih dari 21 tahun dan belum memiliki NPWP.
Ketentuan ini berlaku sampai dengan tahun 2010 sehingga mulai tahun 2011 seluruh WP yang bertolak ke luar negeri tidak perlu membayar FLN.
14. KETENTUAN PERPAJAKAN PERTAMBANGAN DAN SYARIAH
(Pasal 31 D)
Ketentuan perpajakan bagi bidang usaha:

* pertambangan minyak dan gas bumi,
* bidang usaha panas bumi,
* bidang usaha pertambangan umum
* bidang usaha berbasis syariah

diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
15. FASILITAS PERPAJAKAN BAGI UMKM
(Pasal 31E)
WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar.

Sabtu, 27 Desember 2008

Beberapa Pengertian Yang Perlu Diketahui

Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Nomor Pokok Wajib Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP

- Berdasarkan sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan NPWP.
- Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
- Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun ,wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
- WP orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.

Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan PKP

- Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
- Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan .
- Pengusaha kecil yang memlilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
- Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
Tempat Pendaftaran WP Tertentu & Pelaporan Usaha PKP Tertentu


a. KPP PND untuk BUMD di wilayah DKI Jakarta dan seluruh BUMN kecuali ditentukan lain.
b. KPP PMA Satu untuk wajib pajak PMA sektor Industri Kimia dan barang galian non logam kecuali ditentukan lain.
c. KPP PMA Dua untuk wajib pajak PMA Industri Logam dan Mesin, kecuali ditentukan lain.
d. KPP PMA Tiga untuk wajib pajak PMA sektor pertambangan dan perdagangan, kecuali ditentukan lain.
e. KPP PMA Empat untuk Wajib Pajak PMA sektor industri tekstil, makanan, dan kayu, kecuali ditentukan lain.

f. KPP PMA Lima untuk Wajib Pajak sektor Agribisnis dan Jasa, kecuali ditentukan lain.
g. KPP Perusahaan Masuk Bursa untuk seluruh wajib pajak Perusahaan Masuk Bursa, kecuali ditentukan lain.
h. KPP Badora untuk wajib pajak BUT dan orang asing yang berkedudukan /bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta, kecuali ditentukan lain.

Fungsi NPWP & Pengukuhan PKP

a. Fungsi NPWP
- Sarana dalam administrasi perpajakan;
- Tanda pengenal diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
- Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan
- Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
Setiap WP hanya diberikan satu NPWP
b. Fungsi Pengukuhan PKP
- Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn BM
- Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.


Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP Secara Jabatan

KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Sanksi Yang Berhubungan Dengan NPWP & Pengukuhan Sebagai PKP

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.